Friday, March 25, 2011

Kemajuan Ilmu Pengetahuan Terhadap Budaya

Budaya, dengan demikian telah menjadi sebuah alat evolusi yang baru. Budaya sendiri memiliki beberapa aspek, di antaranya ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi berkembang lebih dahulu, semenjak manusia menggenggam batu dan memakainya sebagai alat. Mula-mula hanya batu alam yang agak tajam. Lama kelamaan manusia menemukan cara untuk membuat sendiri batu yang lebih tajam dan tentunya lebih baik. Cara membuat “kapak” batu ini diteruskan turun temurun. Begitu pula dengan teknologi lainnya. Anak manusia selama masa kanak-kanaknya, masa bergantung kepada manusia dewasa, dapat mempelajari budaya ini pada waktu luangnya.

Cara hidup berkelompok juga adalah salah satu budaya yang dikembangkan manusia. Apakah suatu kelompok mampu bertahan atau tidak ditentukan oleh budaya yang dikembangkan oleh kelompoknya. Kelompok yang sukses bertahan dan berkembang, yang lemah hilang ditelan waktu atau dikuasai oleh kelompok yang lebih kuat. Nasib manusia selamanya tergantung pada kemampuan berpikirnya.

Sejarah dunia telah menunjukkan peradaban yang lebih maju menaklukkan peradaban yang lebih terbelakang. Yang menang selanjutnya bisa saja ditaklukkan oleh peradaban lain lagi yang lebih maju. Kadang kalanya terjadi pengecualian di mana bangsa barbar mampu menaklukkan bangsa yang lebih maju seperti pada kasus invasi Mongol pada masa Genghis Khan. Pada intinya yang kuat bertahan, yang lemah ditaklukkan.

Teknologi bisa menjadi penentu kemenangan yang berarti. Jika dua suku berperang, satu suku memakai tombak batu dengan perisai kulit dan yang lain tombak dan perisai perunggu, sudah jelas kemenangan ada di pihak mana. Hal yang jelas terlihat pada invasi Spanyol ke “Dunia Baru”, menaklukkan suku liar yang bahkan tidak mengenal kuda dengan pasukan kavaleri, pedang dan mesiu. Hasilnya mengerikan!

Ilmu pengetahuan, menjadi perintis yang membuat kemajuan teknologi menjadi lebih pesat dan tak terbayangkan. Ia melampaui batas-batas praktis ke ranah abstrak yang sulit dijangkau pikiran. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya baru berkembang pada dua milenium terakhir. Namun bisa kita lihat sendiri betapa pesatnya perkembangan yang terjadi pada dua milenium terakhir ini.

Ilmu pengetahuan pun tidak berjalan linear. Ia dapat timbul dan tenggelam. Ia hanyut bersama dalam perkembangan peradaban manusia. Kapal dengan lambung melengkung yang merajai Mediterania di jaman Yunani kuno hilang ditelan peradaban dan baru ditemukan kembali pada era eksplorasi pada abad pertengahan.

Ilmuwan Mesir, Prof Dr Zagloul Mohamed El-Naggar, mengatakan, semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), semakin terungkap pula keajaiban kitab suci Al Quran.

"Al Quran bukan buku ilmu pengetahuan, tetapi ayat-ayat mengenai alam semesta (kauniyah) kini terbukti dalam penemuan-penemuan ilmiah di abad modern ini," kata Prof Naggar dalam ceramahnya di Aula Harun Nasution, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Kamis (30/9/2010).

Pakar ilmu bumi (geologi) tersebut mengupas beragam penemuan ilmiah mengenai alam semesta yang mengamini hakikat kebenaran strong>Al Quran.

Sebagai contoh, Ayat-6 Surat Al Thur, "Al Bahrul Masjur" (Demi laut yang—di dalam tanah bawah laut itu—ada api).

"Terbukti secara ilmiah oleh para ahli geologi dan ilmu kelautan bahwa dasar semua samudra dipanasi oleh jutaan ton magma yang keluar dari perut bumi," katanya.

Menurut peraih doktor geologi jebolan Universitas Wales, Inggris, pada tahun 1963 itu, magma tersebut keluar melalui jaringan rengkahan raksasa yang secara total merobek lapisan litosfir dan sampai ke lapisan astenosfir.

"Para ilmuwan yang jujur akan kagum melihat kepeloporan strong>Al Quran dan hadis-hadis Nabi terkait petunjuk tentang fakta-fakta ilmiah bumi, yang baru dapat dibuktikan pada akhir abad ke-20 seiring dengan kemajuan iptek," kata ilmuwan yang telah menghafal semua 30 juz Al Quran saat berusia sepuluh tahun itu.

Fakta ilmiah lain, katanya, yaitu Ayat 15 dan 16 Surat At Takwir: "Fala Uqsimu bil khunnas. Al Jawaril Kunnas" (Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang tak tampak. Yang bergerak sangat cepat).

Prof Naggar menjelaskan, para ulama dahulu menafsirkan ayat tersebut secara metaforis, namun para ahli astronomi pada akhir abad ke-20 menemukan fakta ilmiah, yaitu apa yang disebut black hole (lubang hitam).
Black hole adalah planet yang ditandai dengan densitas yang tinggi dan gravitasi yang kuat, tempat zat dan semua bentuk energi, termasuk cahaya, tidak mungkin lepas dari perangkapnya, katanya.

Disebut lubang hitam karena ia sangat gelap tak terlihat, dengan kecepatan geraknya diperkirakan mencapai 300.000 km per detik.

Black hole dianggap sebagai fase tua kehidupan bintang, yang didahului ledakan dan zatnya kembali menjadi nebula. "Fakta ini baru terungkap pada akhir abad ke-20, yakni 14 abad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW," kata Prof Naggar.

Prof Naggar lahir di Desa Masyal, Provinsi Gharbiah, Mesir. Hidup dalam keluarga yang taat beragama. Ia telah menghafal strong>Al Quran semenjak usia sepuluh tahun.

Lulus dari Fakultas Sains Universitas Kairo pada tahun 1955, lalu melanjutkan kuliah di Universitas Wales, Inggris, hingga meraih gelar doktor bidang geologi pada tahun 1963.

Ia telah menulis 45 buku dan 150 artikel ilmiah serta membimbing 45 mahasiswa program master dan doktor di berbagai perguruan tinggi.

Naggar pernah menjadi profesor tamu di Universitas California pada tahun 1977-1978 dan memprakarsai terbentuknya Departemen Geologi pada Universitas Raja Saudi, Arab Saudi, dan Departemen Geologi pada Universitas Kuwait.

Prof Naggar dianugerahi sebagai peneliti terbaik untuk Seminar Paleontologi di Roma, Italia, pada tahun 1970.

Saat ini ia menjadi Ketua Komite Al-I’Jaz Al Ilmi (Dewan Agung Urusan Islam di Mesir) sejak tahun 2001. Ceramah yang dihadiri Duta Besar Mesir untuk Indonesia Ahmed El-Kewaisny, Rektor UIN Prof Dr Kamaruddin Hidayat, serta sejumlah dosen dan mahasiswa UIN itu terkait dengan peluncuran buku tiga jilid Prof Naggar versi terjemahan bahasa Indonesia, Selekta Tafsir Ayat-ayat Kosmos dalam Al Quran.

Acara peluncuran buku Prof Naggar tersebut diprakarsai penerbit Mesir, Darul Shuruk Internasional Cabang Indonesia, bekerja sama dengan Fakultas Studi Islam UIN Syarif Hidayatullah.

No comments:

Post a Comment